ASKEP
JIWA LANSIA
A. PENGERTIAN
Lansia adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti died
dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Proses
menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan
jiwa secara khusus pada lansia.
Lansia adalah seseorang yang lebihdari
75 tahun.
B. MASALAH
KESEHATAN JIWA LANSIA
Masalah kesehatan jiwa lansia
termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri
dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang
mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis,
psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)
Geriatri adalah cabang ilmu
kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada lansia yang menyangkut aspek
promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai
kehidupan lansia. Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa
yang mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek
promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai
kehidupan lansia.
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan
sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :
a) Keterbatasan fungsi tubuh yang
berhubungan dengan makin meningkatnya usia
b) Adanya akumulasi dari
penyakit-penyakit degeneratif
c) Lanjut usia secara psikososial yang
dinyatakan krisis bila :
Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan
orang lain).
Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan
kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani masa
pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup
dan lain-lain.
d) Hal-hal yang dapat menimbulkan
gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan /
kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang
mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dan sebagainya. Hal itu
biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat,
misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa
berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN JIWA LANSIA
Ada beberapa faktor yang sangat
berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah
disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka
dengan bahagia.
Adapun beberapa faktor yang dihadapi
para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai
berikut:
1.
Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia
umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda
(multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin
keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara umum
kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan
secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan
fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan
suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar
dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan
kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau
tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir
fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik,
misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.
2.
Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual
pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti
: Gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis,
baru selesai operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena
pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat
tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai
lansia antara lain :
Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual
pada lansia
Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta
diperkuat oleh tradisi dan budaya.
Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam
kehidupannya.
Pasangan hidup telah meninggal.
Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah
kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dan sebagainya.
3. Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki
lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif
meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan
lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat.
Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan
dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat
bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi
tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan
dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan
berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:
v Tipe Kepribadian Konstruktif
(Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak,
tenang dan mantap sampai sangat tua.
v Tipe Kepribadian Mandiri (Independent
personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrome,
apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan
otonomi pada dirinya.
v Tipe Kepribadian Tergantung
(Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan
keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia
tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang
ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari
kedukaannya.
v Tipe Kepribadian Bermusuhan
(Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa
tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak
diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi
morat-marit.
v Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self
Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena
perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah
dirinya.
4. Perubahan yang Berkaitan Dengan
Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali
ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia
dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering
diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan
penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi
setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya
seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
Bagaimana menyiasati pensiun agar
tidak merupakan beban mental setelah lansia? Jawabannya sangat tergantung pada
sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada
menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan
hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah).
Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing
individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri
lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar
pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang
benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan
hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh.
Persiapan tersebut dilakukan secara
berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang yang akan
pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar
tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah
pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya
memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara
membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya.
Model pelatihan hendaknya bersifat
praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada
lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada
alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga
lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna,
menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.
5. Perubahan Dalam Peran Sosial di
Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera
pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan
fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi
bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya
sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan
selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih
sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan
terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan
kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung
diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis
bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai
permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi
orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota
keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut
membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi
mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang,
atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah
meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi
terlantar.
D. PENYAKIT PSIKIATRIS
Gangguan yang paling banyak diderita
adalah gangguan depresi, demensia, fobia, dan gangguan terkait penggunaan
alkohol. Lansia dengan usia di atas 75 tahun juga beresiko tinggi melakukan
bunuh diri. Banyak gangguan mental pada lansia dapat dicegah, diperbaiki,
bahkan dipulihkan.
1) Gangguan demensia
Faktor resiko demensia yang sudah
diketahui adalah usia, riwayat keluarga, dan jenis kelamin wanita. Perubahan
khas pada demensia terjadi pada kognisi, memori, bahasa, dan kemampuan
visuospasial, tapi gangguan perilaku juga sering ditemui, termasuk agitasi,
restlessness, wandering, kemarahan, kekerasan, suka berteriak, impulsif,
gangguan tidur, dan waham.
v Demensia tipe Alzheimer
Adalah jenis yang paling banyak
dijumpai dari kasus demensia. Lebih banyak menyerang wanita daripada pria.
Memori akan terganggu, dan setidaknya terdapat satu dari gejala-gejala berikut:
afasia, agnosia, apraksia, dan gangguan fungsi menjalankan perintah. Defek
neurologis (misalnya gangguan cara berjalan, afasia, apraksia, agnosia) dapat
timbul.Tidak diketahui pencegahan ataupun penyembuhannya. Terapi yang diberikan
hanya paliatif (memperbaiki mutu hidup). Beberapa pasien dengan demensia tipe
Alzheimer menunjukkan perbaikan pada penilaian kognitif dan fungsional saat
diobati dengan donepezil (Aricept). Juga bisa digunakan memantine (Namenda).
Psikosis dari tipe Alzheimer diobati secara farmakologis.
v Demensia vaskuler. Jenis terbanyak
kedua. Memiliki gejala dan tanda neurologik fokal. Juga memiliki onset yang
mendadak, serta perjalanan penyakit yang memburuk dengan bertahap.
2) Gangguan depresi
Gejala yang sering muncul pada
gangguan depresif adalah menurunnya konsentrasi dan fisik, gangguan tidur
(khususnya bangun pagi terlalu cepat dan sering terbangun [multiple
awakenings]), nafsu makan menurun, penurunan berat badan, dan masalah-masalah
pada tubuh. Menurunnya kemampuan berpikir pada penderita lanjut usia yang
mengalami depresi berhubungan dengan sindrom demensia pada depresi (dementia
syndrome of depression [pseudodementia]), yang dapat disalahartikan sebagai
demensia yang sebenarnya.
3) Gangguan bipolar I
Biasanya mulai pada usia
pertengahan. Adanya kecenderungan untuk mengalami rekurensi, jadi penderita
dengan riwayat gangguan bipolar I dapat menunjukkan episode manik di kemudian
hari. Tanda dan gejala pada orang yang lebih tua hampir sama dengan dengan
tanda dan gejala pada dewasa muda, dan termasuk keadaan yang meninggi,
meluap-luap atau mood yang mudah marah (irritable mood); keinginan untuk tidur
yang menurun; pemikiran yang kacau (distractibility); impulsivity; dan sering
mengkonsumsi alkohol berlebihan. Sikap bermusuhan dan paranoid sering muncul. Litium
(Eskalith) merupakan pengobatan pilihan untuk gejala mania, tetapi perlu
pengawasan untuk penderita yang lebih tua karena proses reduksi obat di ginjal
dapat menyebabkan sifat racun atau toksisitas dari litium meningkat. Efek
neurotoksik sering muncul pada penderita yang lebih tua daripada penderita
dewasa muda.
4) Skizofrenia
Psikopatologi berkurang sesuai usia
pasien. Tanda dan gejala, termasuk emosi yang tumpul, penarikan diri dari
kehidupan sosial, tingkah laku yang esentrik, dan pemikiran yang tidak logis.
Delusi (waham) dan halusinasi jarang muncul. Biasanya mulai pada masa remaja
lanjut atau dewasa muda dan berlangsung seumur hidup. Wanita lebih sering
mengalami serangan skizofrenia yang terlambat (late onset of schizophrenia)
daripada pria. Sekitar 20% orang dengan skizofrenia tdak menunjukkan gejala
aktif sampai usia 65 tahun. Lansia dengan gejala skizofrenia berespon baik
terhadap obat antipsikotik. Pengobatan sebaiknya lebih terencana, dan dosis
yang lebih rendah dari dosis biasanya lebih efektif pada penderita lansia.
5) Gangguan waham
Dapat terjadi pada tekanan fisik
atau tekanan mental dan kemungkinan dapat dipercepat oleh kematian pasangan
hidupnya, kehilangan pekerjaan, masa pensiun, penyakit yang berat atau riwayat
operasi, penglihatan yang berkurang, dan ketulian. Biasanya muncul diantara
usia 40 dan 55 tahun. Waham dapat dilihat dalam pelbagai bentuk, yang paling
sering muncul adalah perasaan disiksa, dimana penderita percaya bahwa dirinya
diawasi, diikuti, dan diracuni. Etiologi, Mungkin akibat dari pengobatan yang
diresepkan atau tanda-tanda awal dari tumor otak.
6) Gangguan kecemasan. Termasuk
gangguan panik, ketakutan (fobia), gangguan obsesif-kompulsif, gangguan
kecemasan yang menyeluruh, gangguan stres akut, dan gangguan stres pasca
trauma.
Tanda dan gejala ketakutan (fobia)
pada lansia tidak seberat daripada yang lebih muda, tetapi efeknya sama. Obsesi
dan kompulsi dapat muncul pertama kali pada Slansia, walaupun lansia dengan
gangguan obsesif-kompulsif sering menunjukkan gangguannya (seperti merasa lebih
tua, menginginkan segalanya sempurna, tepat waktu, pelit) pada saat mereka
muda. Ketika gejala tersebut muncul, penderita menjadi berlebihan terhadap
kerapian atau ketertiban, ibadah, dan persamaan.
Gangguan kecemasan mulai muncul pada
masa remaja awal atau pertengahan, tetapi beberapa dapat muncul pertama kali
setelah usia 60 tahun.
Pengobatan harus disesuaikan dengan
penderita dan harus diperhitungkan pengaruh biopsikososial yang menghasilkan
gangguan. Farmakoterapi dan psikoterapi dibutuhkan.
7) Gangguan somatoform
Ditunjukkan oleh gejala fisik yang
mirip dengan penyakit-penyakit medis, yang sesuai dengan psikiatri geriatri
karena keluhan-keluhan pada tubuh sering muncul diantara para lansia. Lebih
dari 80% orang berusia lebih dari 65 tahun mempunyai satu penyakit kronik,
biasanya artritis atau penyakit kardiovaskular. Hipokondriasis sering muncul
pada orang berusia lebih dari 60 tahun, walaupun puncak insiden pada kelompok
usia 40 – 50 tahun. Kelainan biasanya kronik dan prognosis jelek. Melakukan
latihan fisik berulang-ulang membantu menyakinkan penderita bahwa mereka tidak
mempunyai penyakit yang mematikan, tetapi prosedur diagnostik yang berisiko
tinggi sebaiknya dihindari kecuali sudah terindikasi secara medis.
8) Penyalahgunaan alkohol dan substansi
lain
Lansia dengan ketergantungan alkohol
biasanya mempunyai riwayat mengonsumsi alkohol berlebihan yang dimulai pada
masa awal dan pertengahan dewasa. Mereka biasanya menderita sakit, awalnya dengan
penyakit hati, dan juga demikian pada pasangan yang bercerai, duda atau janda
atau mereka yang tidak menikah. Gambaran klinik dari penderita penyalahgunaan
alkohol dan substansi lain bermacam-macam, seperti kebingungan, kebersihan diri
yang buruk, depresi, dan malnutrisi. Keluhan pada saluran pencernaan yang tidak
dapat dijelaskan, kejiwaaan dan kelainan metabolik sebaiknya menjadi tanda bagi
tenaga medis untuk melawan penyalahgunaan substansi tersebut.
Sekitar 20% pasien rawat jalan
ketergantungan terhadap alkohol. Penyalahgunaan alkohol dan substansi lain
sekitar 10% dari semua masalah emosional pada orang-orang tua, dan
ketergantungan substansi-substansi, seperti hipnotik, ansiolitik, dan narkotik
lebih sering pada usia tua.
9) Kondisi lain pada lansia
Vertigo
Vertigo atau perasaan pusing,
keluhan utama dari lansia, menyebabkan banyak orang dewasa yang lebih tua
menjadi tidak aktif karena mereka takut jatuh. Banyak penyebab dari vertigo,
termasuk anemia, hipotensi, aritmia jantung, penyakit jantung, insufisiensi
arteri basiler, penyakit pada telinga tengah, neuroma akustik, dan penyakit
Meniere. Pemakaian ansiolitik berlebihan dapat menyebabkan pusing dan mengantuk
di siang hari. Pengobatan dengan meclizine (Antivert) 25–100 mg per hari
memberikan hasil yang memuaskan pada penderita vertigo.
Sinkop
Hilangnya kesadaran secara tiba-tiba
dihubungkan dengan sinkop, akibat penurunan aliran darah otak dan hipoksia
otak. Pemeriksaan medis diperlukan untuk mengesampingkan penyebab-penyebab lain.
Kehilangan pendengaran
Penyebabnya banyak. Tenaga medis
sebaiknya lebih sensitif terhadap penderita yang mengalami kehilangan
pendengaran yang mengeluhkan bahwa mereka dapat mendengar, tetapi tidak dapat
mengerti apa yang sedang dibicarakan atau yang bertanya harus mengulang
pertanyaannya. Kebanyakan penderita dengan kehilangan pendengaran dapat diobati
dengan alat bantu pendengaran.
Kehilangan pasangan hidup
Data demografi memperkirakan bahwa
51% wanita dan 14% pria berusia lebih dari 65 tahun akan menjadi janda atau
duda, paling tidak sekali. Kehilangan pasangan hidup merupakan pengalaman yang
paling menyedihkan selama hidup mereka. Orang-orang tua yang kehilangan
pasangan hidup dan cenderung melakukan bunuh diri begitu juga jika disertai
dengan penyakit psikiatrik.
E. PEMERIKSAAN PSIKIATRIK PADA USIA LANJUT
1)
Riwayat psikiatrik
Bisa
didapatkan dari alo- atau oto- anamnesisi.Riwayat psikiatrik lengkap termasuk
identifikasi awal (nama,usia,jenis kelamin,status perkawinan),keluhan
utama,riwayat penyakit sekarang ,riwayat penyakit dahulu (termasuk gangguan
fisik yang pernah diderita ),riwayat pribadi dan riwayat keluarga.Pemakainan
obat (termasuk obat yang dibeli bebas).yang sedang atau pernah digunakan
penderita juga penting untuk diketahui.
Penderita
yang berusia diatas 65 tahun (atau di atas 60 tahun di Asia) sering memiliki
keluhan subyektif adanya gangguan daya ingat yang ringan,seperti tidak dapat
mengingat kembali nama orang atau keliru meletakkan benda-benda.Gangguan daya
ingat yang berhubungan dengan usia tersebut perlu dibedakan dengan adanya
kecemasan pada saat dilakukanpemeriksaan/wawancara.
Riwayat medis penderita harus meliputi semua
penyakit berat ,terutama gangguan kejang,kehilangan kesadaran ,nyeri kepala
,masalah penglihatan dan kehilangan pendengaran.Riwayat penggunaan alkohol dan
pemakaian zat yang lama perlu diketahui karena bisa menyebabkan kelainan saat
ini.
Riwayat keluarga harus termasuk penjelasan tentang sikap orang tua penderita
dan adaptasi terhadap ketuaan mereka.Jika mungkin informasi tentang kematian
orang tua,riwayat gangguan jiwa dalam keluarga.
Situasi sosial penderita sekarang harus dinilai.Siapa yang harus merawat
penderita,apakah penderita mempunyai anak.Bagaimana karakteristik hubungan
orangtua-anak.
Riwayat sosial ekonomi dipakai untuk menilai peran ekonomi
dalam mengelola pemyakit penderita dalam membuat anjuran terapi yang realistic.
Riwayat perkawinan,termasuk penjelasan tentang pasangan hidup dan
karakteristik hubungan.Jika penderita adalah janda atau duda,harus digali
bagaimana rasa duka citanya dulu saat ditinggal mati oleh pasanganya.Jika
kehilangan pasangan hidup terjadi dalam satu tahun terakhir,penderita dalam
keadaan resiko tinggi mengalami peristiwa fisik atau psikologik yang merugikan.
Riwayat seksual penderita termasuk aktivitas seksual,orientasi
libido,mastrubasi,hubungan gelap diluar perkawinan dan gejala disfungsi
seksual.
2)
Pemeriksaan status mental
Pemeriksaan
status mental meliputi bagaimana penderita berfikir(proses pikir),merasakan dan
bertingkah laku selama pemeriksaan.Keadaan umum penderita adalah termasuk
penampilan ,aktivitas psikomotorik,sikap terhadap pemeriksaan dan aktivitas
bicara.
Gangguan
motorik,antara lain gaya berjalan menyeret,posisi tubuh membungkuk,gerakan jari
seperti memilin pil,tremor dan asimetris tubuh perlu dicatat.Banyak penderita
depresi mungkin lambat dalam bicara dan gerakannya.Wajah seperti topeng
terdapat pada penderita penyakit parkison.
Bicara
penderita dalam keadaan teragitasi dan cemas mungkin tertekan.Keluar air mata
dan menangis ditemukan pada gangguan depresi dan gangguan kognitif,terutama si
penderita merasa frustasi karena tidak mampu menjawab pertanyaan
pemeriksa.Adanya alat bantu dengar atau indikasi lain bahwa penderita menderita
gangguan pendengaran,misalnya selalu minta pertanyaan diulang,harus dicatat.
Sikap penderita pada pemeriksa untuk
bekerjasama,curiga,bertahan dan tak berterima kasih dapat memberi petunjuk
tentang kemungkinan adanya reaksi transferensi.Penderita lanjut usia dapat
bereaksi pada dokter muda seolah-olah dokter adalah seorang tokoh yang lebih
tua ,tidak peduli terhadap adanya perbedaan usia.
Penilaian fungsi. Penderita lanjut usia harus
diperiksa tentang kemampuan mereka untuk mempertahankan kemandirian dan untuk
melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari.Aktvitas tersebut adalah
termasuk ke toilet,menyiapkan makanan,berpakaian ,berdandan dan makan.Derajat
kemampuan fungsional dari perilaku sehari-hari adalah suatu pertimbangan
penting dalam menyusun rencana terapi selanjutnya.
Mood,perasaan dan afek.Di negara lain,bunuh diri adalah
salah satu penyebab utama kematian pada golongan usia lanjut.Oleh karenanya
pemeriksaan ide bunuh diri pada penderita lanjut usi sangat penting.Perasaan
kesepian ,tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya adalah gejala
depresi.Kesepian merupakan alasan yang paling sering dinyatakan oleh para
lanjut usia yang ingin bunuh diri .Depresi merupakan resiko yang tinggi untuk
bunuh diri
Gangguan persepsi . Halusinasi dan ilusi pada lanjut
usia merupakan fenomena yang disebabkan oleh penurunan ketajaman
sensorik.Pemeriksa harus mencatat apakah penderita mengalami kebingungan
terhadap waktu atau tempat selama episode halusinasi dapat disebabkan oleh
tumor otak dan patologo fokal yang lain.Pemeriksaan yang lebih lanjut diperlukan
untuk menegakkan diagnosis pasti.
Fungsi visuospasial.Suatu penurunan kapasitas
visuospasial adalah normal dengan lanjutnya usia.Meminta penderita untuk
mencotoh gambar atau menggambar mungkin membantu dalam penilaian.Pemeriksaan
neuropsikologis harus dilaksanakan jika fungsi visuospasial sangat terganggu.
Proses berpikir. Gangguan pada progresi pikiran
adalah neologisme,gado-gado kata,sirkumstansialitas,asosiasi longgar,asosiasi
bunyi,flight of ideas,dan retardasi.Hilangnya kemampuan untuk dapat mengerti
pikiran abstrak mungkin tanda awal dementia.Isi pikiran harus diperiksa adanya
obsesi ,preokupasi somatik,kompulsi atau waham.Gagasan tentang bunuh diri atau
pembunuhan harus dicari .Pemeriksaan harus menentukan apakah terdapat waham dan
bagaimana waham tersebut mempengaruhi kehidupan penderita.Waham mungkin
merupakan alasan untuk dirawat.Pasien yang sulit mendengar mungkin secara
keliru diklasifikasikan sebagai paranoid atau pencuriga
Sensorium dan kognisi. Sensorium mempermasalhkan fungsi
dari indra tertentu,sedangkan kognisi mempermasalahkan inrformasi dan
intelektual
Kesadaran.Indikator yang peka terhadap
disfungsi otak adalah adanya perubahan kesadaran ,adanya fluktuasi tingkat
kesadaran atau tampak letargik.Pada keadaan yang berat penderita dalam keadaan
somnolen atau stupor
Orientasi.Gangguan orientasi terhadap
waktu,tempat dan orang berhubungan densgan gangguan kognisi.Gangguan orientasi
sering ditemukan pada gangguan kognitif,gangguan kecemasan,gangguan
buatan,gangguan konversi dan gangguan kepribadian,terutama selam periode stres
fisik atau lingkungan yang tidak mendukung.Pemeriksa harus menguji orientasi
terhadap tempat dengan meminta penderita menggambar lokasi saat ini.Orientasi
terhadap orang mungkin dinilai dengan dua cara :apakah penderita,mengenali
namnya sendiri,dan apakah juga mengenali perawat dan dokter.Orientasi waktu
diuji dengan menanyakan tanggal,tahun,bulan dan hari.
Daya ingat.Daya ingat dinilai dalam hal daya
ingat jangka panjang,pendek dan segera.Tes yang diberikan pada penderita dengan
memberikan angka enam digit dan penderita diminta untuk mengulangi maju mundur
.Penderita dengan daya ingat yang tak terganggu biasanya dapat mengingat enam
angka maju dan lima angka mundur .Daya ingat jangka panjang diuji dengan
menanyakan tempat dan tanggal lahir,nama dan hari ulang tahun anak-anak
penderita.Daya ingat jangka pendek dapat diperiksa dengan beberapa cara
,misalnya dengan menyebut tiga benda pada awal wawancara dan meminta penderita
mengingat kembali benda tersebut akhir wawancara.Atau dengan memberikan cerita
singkat pada penderita dan penderita diminta untuk mengulangi cerita tadi
secara tepat/persisi.
Fungsi
intelektual,konsentrasi,informasi dan kecerdasan.Sejumlah sfungsi intelektual mungkin
diajukan untuk menilai pengetahuan umum dan fungsi intelektual.Menghitung dapat
diujikan dengan meminta penderita untu mengurangi 7 dari angka 100 dan
mengurangi 7 lagi dari hasil akhir dan seterusnya sampai tercapai angka
2.Pemeriksa mencatat respons sebagai dasar untuk penguji selanjutnya.Pemeriksa
juga dapat meminta penderita intuk menghitung mundur dari 20 ke 1,dan mencatat
waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pemeriksaan tersebut.
F. DIAGNOSA
KEPERAWATAN PADA LANSIA
1. Ketidakmampuan
perawatan diri : personal toilet sehubungan dengan keselamatan fungsi fisik,
ditandai dengan tidak mampu membersihkan salah satu bagian tubuh, mengguyurkan
air, mengenali suhu air yang sesuai, tidak mampu pergi ke toilet tidak mampu
berjalan sendiri, tidak mampu menggunakan pispot.
2. Ketidakmampuan berjalan, bergerak,
sehubungan dengan imobilisasi fisik yang ditandai dengan tidak mampu berjalan
sendiri, tidak mampu melakukan aktifitas seperti biasa.
3. Potensial injuri, sehubungan
penurunan penglihatan, yang ditandai dengan penglihatan kabur.
4. Perubahan nutrisi sehubungan dengan
nyeri, rasa tak enak, discomfort, yang ditandai dengan gigi ompong, nafsu makan
berkurang, kelemahan neuro muscular.
5. Potensial suicide, sehubungan dengan
harga diri rendah, ditandai denggan isolasi sosial, penurunan kekuatan dan
ketahanan.
6. Gangguan konsep diri sehubungan
dengan proses ketuaan ditandai dengan kulit keriput, gigi ompong, penurunan
penglihatan, penurunan pendengaran dan kelemahan fungsi fisik.
G. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa I
Tujuan : Pasien akan melakukan
aktifitas kehidupan sehari-hari tanpa pembatasan fungsional dengan kriteria
kemampuan perawatan diri meningkat.
Intervensi :
1) Sediakan fasilitas toilet
2) Kembalikan kemampuan perilaku
toilet, dengan mengingatkan untuk sering toilet, hindarkan menahan BAK terlalu
lama untuk mencegah retensi urin
3) Libatkan keluarga untuk membantu
perawatan sehari-haris
Diagnosa II
Tujuan
: Pasien mampu melaksanakan aktifitas sesuai kemampuan.
Intervensi
:
1) Beri support untuk mempertahankan
kemampuan
2) Awasi pasien berjalan sejauh 50 m
3) Awasi pasien berjalan didaerah yang
licin/bertangga
4) Anjurkan berhenti jika tidak kuat
5) Atur perabotan rumah serapi mungkin
Diagnosa III
Tujuan
: mencegah terjadinya injuri kriteria pasien tidak jatuh.
Intervensi
:
1) Atur ruangan
2) Beri penerangan yang cukup
3) Lantai jangan terlalu licin
4) Beri alat bantu berjalan
5) Awasi pasien dalam melaksanakan
aktifitas dan motivasi untuk beraktifitas secara optimal
Diagnosa IV
Tujuan
: nutrisi pasien tercukupi.
Intervensi
:
1) Awasi pasien dalam makan dan
kemungkinan tersedak
2) Awasi pasien saat memegang alat-alat
makan
3) Awasi pasien memasukkan makanan ke
mulut
4) Kolaborasi ahli gizi untuk pemberian
makanan enak
5) Kolaborasi dengan dokter gigi untuk
pemasangan gigi palsu
Diagnosa V
Tujuan
: bunuh diri dapat dihindari.
Intervensi
:
1) Motivasi untuk mempertahankan
kemampuannya
2) Jauhkan dari barang yang membahayakan
3) Lakukan pendekatan pada pasien
4) Beri support pada pasien untuk
pendekatan religious
Diagnosa VI
Tujuan
: konsep diri positif.
Intervensi
:
1) Berikan motivasi tentang perubahan
fisik yang terjadi
2) Awasi turgor kulit/perubahan fisik
yang terjadi
3) Ajarkan pasien komunikasi non verbal
4) Kolaborasi dokter untuk pemasangan
alat bantu dengar/penglihatan
5) Kolaborasi dokter gigi untuk
pemasangan gigi palsu
DAFTAR PUSTAKA
Purwaningsih Wahyu dan Karlina Ina.
2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha
Medika Press : Jogjakarta.
http://www.irwanashari.com/psikogeriatri/
0 komentar:
Posting Komentar